Pages

Tuesday 26 April 2016

english journal reviewing



Review Jurnal
A.    Profil Jurnal
Judul                  : An Assessment of Training as a Tool for Developing Human Resources

in Federal Radio Corporation of Nigeria (Sebuah Penilaian terhadap Pelatihan sebagai Alat Pengembangan Sumber Daya Manusia di Federal Radio Corporation of Nigeria)
Penulis                : Ifeanyichukwu Ojeka Ukonu dan Dialoke Ikechukwu, Michael Okpara
 University of Agriculture, Umudike, Abia State, Nigeria
Tahun                 : 2016
Sumber               : Journal of Management and Training for Industries Vol.3, No.1
                              (buka jurnal asli di sini)
B.     Isi Jurnal
1.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji persepsi staf Federal Radio Corporation of Nigeria (FRCN) dalam mengikuti program pelatihan FRCN pada pelatihan on-kerja. Selain itu penelitian ini berusaha untuk membuktikan bahwa pelatihan adalah sebagai alat yang sesungguhnya untuk mengembangkan keahlian sumber daya manusia untuk industri penyiaran di Nigeria.
2.      Metode Penelitian
Penelitian ini mengumpulkan data di antaranya melalui observasi, wawancara dan kuesioner. Pembagian kuesioner dilakukan kepada seratus responden. Namun, dari seratus kuesioner yang dibagikan, tujuh dibuang karena responden menolak untuk memenuhi instrumen penelitian. Sehingga analisis dilakukan dengan menggunakan sembilan puluh tiga responden (dari berbagai bidang). Sedangkan wawancara dilakukan pada staf manajemen perusahaan yang tertinggi. Selain itu observasi dilakukan dengan melihat keadaan perusahaan secara langsung.
Dari beberapa data yang didapatkan melalui pemeriksaan dan pengumpulan data primer dan sekunder di perusahaan secara metodis diolah menggunakan IBM SPSS 20.0 sebagai alat analisis, dengan memeriksa dampak dari program pelatihan  perusahaan pada kinerja, inovasi, produktivitas dan motivasi karyawan.
C.     Hasil Penelitian
1.      Tabel 1 menunjukkan 84% dari staf telah menjalani pelatihan perusahaan dengan dorongan/dukungan dari perusahan, sedangkan 58,1% dari staf kesadaran diri mereka sendiri untuk menerima pelatihan lebih lanjut (tanpa dukungan yang memadai dari perusahaan)
2.      Tabel 2 menunjukkan bahwa anggota staf setuju jika program Pelatihan dari perusahaan harus berkala
3.      Tabel 3 menunjukkan 90% koresponden percaya bahwa pelatihan diperlukan untuk efektivitas dan peningkatan produktivitas /kinerja
4.      Tabel 4 menunjukkan bahwa pelatihan dapat digunakan sebagai alat yang sesungguhnya untuk memprediksi kinerja, produktivitas, inovasi dan motivasi
5.      Tabel menunjukkan rencana strategi perusahaan selalu terlambat di keluarkan ke anggota staf setiap tahun, biasanya tersedia setelah diterbitkan satu tahun kemudian.
D.    Kesimpulan dari Penelitian
1.      Kurikulum sekolah Pelatihan FRCN saat ini belum menampung staf dalam dukungan pelayanan seperti dalam Administrasi (meskipun unit sekretaris Departemen Administrasi tercakup dalam kurikulum), dalam Finance & Account dan Internal Audit. Oleh karena itu, ada permintaan yang kuat untuk mendesain ulang kurikulum Pelatihan.
2.      Pemilihan staf untuk pelatihan tidak dilakukan secara acak.
3.      Pedoman Pelatihan FRCN masih tetap non-operasional. Banyak anggota staf tidak mengetahui pedoman pelatihan dan isinya. Rencana Perusahaan Tahunan tidak dikirim ke staf individu secepatnya. Hal ini biasanya diberikan hanya pada  manajer yang diistimewakan.
4.      Pelatihan berfungsi sebagai alat yang sesungguhnya untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam lingkungan yang kompetitif di mana federal Radio Corporation of Nigeria milik.
5.      Pelatihan adalah syarat penting untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam sebuah organisasi. Pelatihan tidak hanya meningkatkan keterampilan tetapi memiliki kapasitas untuk meningkatkan kinerja, produktivitas dan inovasi.
E.     Rekomendasi dari Penelitian
1.      Perlu adanya desentralisasi terhadap pusat pelatihan dari Lagos mewakili selatan barat ke dalam lima zona geo-politik lainnya, yaitu sebelah selatan-selatan, selatan-timur, utara-tengah, utara-timur dan utara-barat . Hal ini dapat meningkatkan lebih banyak karyawan yang mendapatkan kesempatan untuk menerima pelatihan. Selain itu juga akan menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi perusahaan dan secara tidak langsung akan mengurangi masalah pengangguran di negara ini. Desentralisasi juga akan membawa pelatihan lebih dekat dengan non-staf, yang pada kenyataannya Lagos sulit dijangkau disebabkan jarak yang jauh dan biaya transportasi yang tinggi.
2.      Kurikulum sekolah pelatihan harus dirancang ulang untuk dapat menampung staf yang tidak mendapat dorongan dari perusahaan. Pedoman Pelatihan FRCN, jurnal peraturan staf  dan perencanaan tahunan perusahaan harus diberikan kepada semua staf tanpa syarat apapun. Perusahaan perlu untuk merestrukturisasi dan melengkapi perpustakaan sub-direktorat / zonal markas dengan buku-buku, e-buku dan fasilitas internet.
F.      Kesimpulan dari Review Jurnal
Dari beberapa data, hasil, kesimpulan dan rekomendasi yang didapatkan melalui jurnal ini terdapat beberapa hal yang menjadi penegasan dalam melakukan manajemen pelatihan di antaranya adalah:
1.      Dalam melakukan pelatihan perlu adanya desentralisasi pusat pelatihan, yaitu penyebaran pusat pelatihan pada semua pihak dan aspek yang bersangkutan. Dengan adanya desentralisasi ini pelatihan akan mudah untuk menjangkau segala aspek yang seharusnya dibenahi, juga dapat menjangkau seluruh anggota perusahaan atau lembaga yang membutuhkan pelatihan.
2.      Perusahaan atau lembaga wajib untuk memberikan dukungan yang kuat terhadap seluruh anggota untuk melakukan pelatihan yang baik dan tepat. Dukungan ini dapat mencakup segala aspek yang dibutuhkan oleh semua anggota.
3.      Sebelum melakukan pelatihan, seluruh anggota berhak untuk mendapatkan pedoman pelatihan untuk mengetahui secara detil apa yang seharusnya diketahui seperti rancangan kegiatan atau kurikulum, tujuan, peraturan dan lan sebagainya.
Dengan pengadaan ketiga hal tersebut pelatihan dapat berperan besar dalam pengefektivitasan dan peningkatan produktivitas / kinerja karyawan dan seluruh jajaran perusahaan atau lembaga dalam mencapai tujuan bersama.

Reviewer: Latifatul Fajriyah
20130720090


Sunday 13 March 2016

Kami Menjadi Saksi

          Suatu hari datanglah Jibril suci membawa titah Sang Maha Suci.  Dalam keheningan fajar dibalik ujung kaki shubuh, sefithrah ruh tercipta dengan indah mengikuti angin penciptanya. Dengan lantunan kun! ("jadilah!"), seikat darah dan daging telah  menjadi saksi keagungan Ilahi. Perjanjian besar telah disepakati, akan menghamba sepenuhnya sebagai bukti pengabdian yang sejati. Di saat itulah seorang hamba mulai mengetahui alasan mengapa ia diciptakan.
         
           "Bukankah Aku ini Tuhanmu?"
           "Ya, kami menjadi saksi"...

          Sungguh, kedua kalimat itu telah menyingsingkan segala keangkuhan. Dua kalimat yang menjadi bagian percakapan antara Allah SWT dengan hamba-hambaNya. Sebuah percakapan yang kebanyakan hamba melalaikannya, dan seakan tak pernah mengucapkannya setelah lahor ke dunia.

         Namun bagai kacang yang lupa pada kulitnya. Bagai ikan yang lupa danaunya. Bagai akar yang lupa pada tanahnya. Diri seakan begitu kuat untuk mengelak atas keberadaanNya, padahal tiada akan pernah ada wujud sang hamba tanpa kehendakNya. Seakan dua kalimat tersebut hanya sebagai bualan dan sejarah yang tak nyata.

          Banyak jiwa yang tidak sadar akan asal penciptaannya, yang kemudian berlari menuju sesuatu yang fana. Mulutnya memberontak, "aku bukanlah manusia yang tercipta hanya untuk menghamba! aku tidak pernah membuat perjanjian dengan siapa pun juga!".
   
          Bahkan, tak sadarkah wahai hamba, bahwa jiwamu sebenarnya tak sanggup menahan duka? Mungkin mulutmu mampu menutupi, namun jiwamu sebenarnya masih ingin merasa sebagai hamba yang sebenar-benarnya. Kembali pada Penciptanya. Bukan angkuh menutup mata. Jiwamu sebenarnya masih ingin sujud merendah tunduk di hadapanNya.

         

Aku dan Kado Besarku


Hai! My name is Khairunnisa. Aku biasa dipanggil runni. Sekarang adalah hari penerimaan rapor kenaikan kelas. Penerimaan rapor kenaikan kelas tahun pertamaku di jenjang SMP yang sangat aku rindu-rindukan setiap waktu setelah beberapa pekan berlalu.
Tak ingin rasanya aku melewatkan banyak waktu di jalan, karena hari ini adalah hari yang teramat istimewa. Ya, aku harus segera pulang dan memperlihatkan hasil belajarku selama setengah tahun ini. Sebab seperti yang telah dijanjikan oleh ayah dan bundaku bahwa aku akan mendapatkan kado istimewa dari prestasi belajarku di sekolah. Dan nampaknya ayah dan bunda harus merelakan sedikit uang mereka untuk membelikan kado yang telah mereka janjikan, karena aku sudah terbukti berhasil meraih peringkat pertama di semester ini. hehehe. Puas sekali rasa hatiku.
Oohh, kegiranganku memuncak tatkala aku berjalan pulang menuju rumah. Sepanjang jalan seakan-akan aku melihat awan menjadi lebih biru dari biasanya, tanah-tanah kering menjadi lebih halus dari biasanya, bunga-bunga bermekaran di mana-mana, bahkan kerikil-kerikil kecil ikut menyayunkan kakiku yang sedari tadi terjingkat-jingkat berlarian menghampiri pelukan ayah dan bunda. Ahh akhirnya sebentar lagi aku berhasil mendapatkannya. Sebuah aquarium besar yang bisa berisikan dua puluh jenis ikan itu. Nanti, setelah sampai di rumah aku akan memindahkan semua aquarium kecilku dari atas meja ruang tengah. Pasti begitu indah ketika aquarium besar yang penuh ikan berbagai jenis itu menggantikan aquarium-aquarium kecil yang sudah lumutan. Di sebelahnya akan aku pasangi rumput-rumputan dari pekarangan. Juga pasir-pasir pantai yang sudah lama aku koleksi. Waahh, mengapa tidak dari dulu aku mendapat peringkat pertama ya.. Jika saja aku tahu akan sebahagia ini, pasti aku akan belajar keras dari dulu. Asiiikkk, aquarium, i’m coming nih! Tunggu Yah!
Eits, tiba-tiba aku mendengar suara sapuan tanah kering di lapang masjid yang hanya dipisahkan oleh tiga rumah dari gang depan rumahku. Nampaknya aku baru saja melihat seorang gadis kecil berkerudung dengan gagang sapu di tangannya. Ahh, tidak mungkin siang-siang seperti ini ada anak yang rajin menyapu halaman masjid. Kurang kerjaan saja. Lagi pula sapu-menyapu kan tugasnya Mbah Habib. Sudahlah, mungkin aku yang mengigau karena terlalu bahagianya.
Namun hanya beberapa langkah saat aku kembali melangkahkan kaki, aku kembali mendengar suara sapuan itu, dan spontan aku memalingkan wajah bahagiaku menuju sumber suara. Dan ternyata benar. Ada seorang anak perempuan sedang menyapu halaman. Tapi wajahnya begitu asing bagiku. Apa mungkin itu cucunya Mbah Habib yang selama ini beliau ceritakan. Ahh mana mungkin wajah cucu Mbah Habib seperti itu. Sungguh tidak ada wajah-wajah Jawa sama sekali. Apa mungkin dia....
Sebelum aku mengetahui dengan pasti siapa gadis itu, tiba-tiba gadis itu telah menyapaku. Lembut sekali. “Assalamu’alaikum.” Sedikit kaget agaknya aku menjawab dengan terbata-bata. “Wa Wa’alaikum kum salam, mari...” tanpa berpikir panjang aku bergegas untuk berlari meninggalkan anak itu. Aku memutuskan segera pulang karena malu sudah ketahuan melihat orang lain dengan pandangan yang mencurigakan. Tanpa basa-basi lagi aku hanya memberikan senyum kecil yang tidak beraturan dengan langkah kakiku yang kuperbesar.
Oke, nah pintu rumah sudah terbuka. Pasti ayah dan bunda tidak sabar melihat raporku.
“Assalamu’alaikum, Yah... Bun... Runni berhasil, Runni berhasil nih dapat peringkat pertama lhoo.. Assalamu’alaikum..”
“Eh Dek sudah pulang. Alhamdulillaah akhinya sekarang Runni jadi juara kelas. Wah sudah tidak ada lagi dong sekarang Runni yang pemalas.” Sambil mengelus kepala mungilku, Kak Zizah memberiku selamat. Tapi menurutku itu bukan hanya kata selamat, tapi juga kata sindiran. Uh!
“Iya dong kak, Runni gitu lhoo! Dan kakak harus tahu, sebentar lagi Runni akan dapat kado spesial dari Ayah Bunda. Mau tau kadonya apa? Mau tau tidak?”
“Tidak ah. Paling Cuma ikan hias berukuran kecil-kecil yang katanya didapatkan dari sungai yang berbeda.”Kata Kak Zizah.
“E e e, jangan salah Kak. Kali ini Runni datangkan langsung habitat mereka lhoo. Sebuah aquarium besar, lengkap dengan ikan-ikannya.”
“Aquarium?” hehehe, pasti Kak Ziza sangat kaget dengan kado yang akan diberikan Ayah dan Bunda kali ini. “O iya Kak, mana Ayah dan Bunda? Runni sudah tidak sabar nih mau beli aquariumnya.”
“Ayah dan Bunda lagi ke Padang jenguk Nenek, Dek.. Beliau berdua tadi terburu-buru karena baru saja dapat kabar dari Paman kalau Nenek sedang sakit.” Jawab Kak Zizah tenang.
Apa? “Lhoh! Tapi Ayah sama Bunda sudah janji mau lihat raporku siang ini. Lalu Runni ditinggal sendiri???” Kaget sekali aku mendengar bahwa Ayah dan Bunda pergi begitu  mendadak.
“Iya, tadi Ayah sama Bunda nitip pesan permohonan maaf buat Dek Runni.”
“Tidak mau! Pokoknya Ayah sama Bunda harus pulang sekarang. Pulang sekarang!” Kesal sekali rasanya. Padahal aku ingin sekali raporku ini pertama kali dibuka oleh Ayah dan Bunda.
“Adek, tenang aja. Ayah dan Bunda juga menitipkan sesuatu lho buat kamu. Mau lihat tidak? Kalau menurut Kak Ziza sih itu kado yang Adek maksud. Sebentar Kakak ambilkan dulu.”
Tak menunggu lama Kak Ziza masuk ke ruang tengah dan kembali lagi dengan membawa sebuah bingkisan besar. Waah, mungkin memang benar kata Kak Ziza. Ini adalah kado yang aku maskud. Ya sudahlah, kalau memang Ayah dan Bunda belum bisa melihat raporku, setidaknya aku masih mendapatkan kadoku tepat waktu. Dengan mengucapkan basmalah, aku buka kadoku dengan mata berbinar-binar sambil tanganku terus menyibak lapisan-lapisan kertas kado yang ada di dekat kakiku.
Namun semakin lama perasaanku semakin tidak karuan. Semakin berantakan. Dan ketika wujud kadoku telah terlihat secara keseluruhan, aku benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang harus aku lakukan. Aku pandangi dengan saksama. Aku bolak-balik dan tanpa basa-basi seketika itu juga kado yang ada di tanganku aku hempaskan ke lantai hingga pecah dan berserakan ke mana-mana. Ku dengar teriakan dari Kak Ziza yang kalut dan kaget. Aku pun merasa kaget. Sesaat aku melihat serpihan-serpihan kado itu aku merasa sangat bersalah dan menyesal. Mengapa aku banting kado itu. Mengapa..
Ahh tapi sesaat kemudian kekesalanku telah mengalahkan penyesalanku. Bagaimana tidak? Sedari tadi aku berlarian dari sekolah hanya untuk melihat kado spesialku. Dari Ayah dan Bundaku. Sudah berlelah-lelah aku membayangkan semua tentang aquarium, ikan-ikan, pepasiran, rumput-rumputan, dan semuanya telah hilang dalam sekejap, terhempas bersama kado yang baru saja aku terima itu.
Kini aku berlari tak tahu kemana. Aku hanya ingin berlari dan berlari. Meninggalkan semua. Meninggalkan semua khayalan yang tak menjadi kenyataan itu. meninggalkan Kak Ziza, meninggalkan rumah, dan aku harus meninggalkan Ayah dan Bunda yang sudah membuatku begitu kecewa. Hanya ada satu yang ada dalam pikiranku saat ini, yaitu kekecewaan yang besar. Maka aku bertekad untuk menjauh dari mereka.
Ya, mereka benar-benar tidak pernah memikirkan apa yang aku inginkan. Mereka hanya ingin aku menjadi juara kelas. Mereka hanya ingin aku menjadi anak yang shalih. Mereka hanya ingin aku menghafal Qur’an, menghafal hadits, menghafal doa-doa. Mereka hanya ingin aku menuruti semua apa yang mereka inginkan. Tapi mereka tidak pernah memikirkan apa yang aku inginkan. Mereka tidak pernah memikirkan apa yang aku mau. Aku benar-benar menyesal memiliki orang tua yang sangat egois dan tidak berperasaan! Apa susahnya untuk membeli sebuah aquarium? Apa mereka akan jatuh miskin hanya dengan membelikan aku aquarium itu? Aku, Runni. Seorang anak perempuan yang sudah tidak disayangi orang tuanya. Maka aku Runni saat ini akan menjadi seorang anak yang tidak akan bergantung pada orang tuanya. Anak yang tidak akan kembali pada orang tuanya. Ya, tidak akan!
“Allah, aku hanya ingin sebuah aquarium. Apa aku salah? Aku sudah berusaha keras selama ini untuk mendapatkannya. Tapi Ayah dan Bunda tetap saja tidak mempedulikan apa yang aku inginkan.”
Belum lama aku berlari, aku sudah merasakan lelah yang luar biasa. Aku baru ingat bahwa seharian aku belum sarapan dan minum. Hanya dua buah anggur kecil yang berkesempatan untuk masuk ke perutku tadi pagi. Aku benar-benar kehausan. Ahh andai saja aku mendapat aquarium, pasti aku tidak akan berlari dari rumah seperti ini.
Bergegas aku kembali melangkahkan kaki, namun kali ini cukup dengan berjalan. Aku menuju sebuah aliran sungai di sebelah sawah belakang desa. Aku ingat bahwa  di sana ada aliran air yang cukup jernih. Mungkin aku bisa meminumnya. Dan akhirnya sampai juga aku di pinggiran sungai. Ada batu besar yang menutup aliran air jernih yang aku maksud.
“Alhamdulillah. Akhirnya mendapat air juga.”
“Alhamdulillah! Di Indonesia memang mudah mendapatkan air. Dengan aman tentunya.” Suara anak kecil tadi mucul kembali. Sekali lagi aku merasakan kaget yang teramat. Dari yang tadinya aku kira sendiri di sungai ini, ternyata ada anak lain yang telah lebih dulu menempati tempat persinggahanku.
Aku lihat senyuman lebar di wajah anak perempuan itu. Tak ragu lagi bahwa anak itu memang bukan dari Indonesia. Aku masih ingat betul pelajaran Bu Hamidah di mata pelajaran Sejarah tentang pembagian suku dan ras. Anak perempuan itu memiliki kulit yang putih, dengan bulu mata yang lentik, dan hidung yang mancung.
“You, Indonesia?” Pertanyaan sedapatku yang menggambarkan keherananku saat ini. Waah, ternyata ada bule juga di tempat kelahiranku ini.
“Iya. Saya Indonesia.”
“Sorry. Tapi wajahmu bukan Indonesia.” Meskipun Bahasa Inggrisku tidak karuan, aku tetap saja percaya diri untuk menggunakan bahasa Inggris di depan anak bule itu. Hitung-hitung mempraktikkan pelajaran wajib Berbahasa Inggris di sekolahku yang akan terlaksana setiap hari Rabu mulai tahun ajaran baru.
“Ana Filistin.” Jawab lembut anak itu.
“Apa? Fil? Fil apa? Maaf aku kurang jelas mendengar, mungkin karena suara air yang terlalu keras.” Alasanku agar aku tidak malu karena aku benar-benar tidak tahu tentang daerah asalnya itu, yang namanya jarang sekali aku dengar selama aku hidup di desa ini.
“Saya Sarah. Saya memang bukan anak Indonesia, saya anak Palestina. Salam kenal ya. Namamu siapa?” Ia memperkenalkan diri dengan menjabat tanganku.
Palestina? Ooh ya. kalau Palestina aku pernah mendengar. Ayah dan Bunda pernah melihat acara televisi yang di dalamnya sedang memberitakan kondisi Palestina. Jadi Fil Fil tadi itu nama lain dari Palestina to...
“Aku Runni. Aku asli anak desa sini. Nampaknya aku belum pernah melihatmu emm Sarah. Lalu dengan asal daerahmu, Palestina. Ya aku pernah mendengar daerah asalmu itu. Tapi bukannya Palestina itu jauh sekali ya dari sini? Kamu dengan siapa ke Indonesia? Ada acara kamu ke Indonesia?” Rasa hausku seketika hilang digantikan dengan rasa keingintahuanku tentang Sarah Si anak Palestina itu.
“Hai Runni! Iya, kau benar. Palestina memang jauh sekali dari Indonesia, negaramu ini. Aku baru satu hari pulau Jawa ini. Sebelumnya aku ikut dengan bibi Fatimah di Sulawesi.”
“Oo, jadi kamu punya keluarga di Indonesia?”Tanyaku.
“Tidak. Aku sudah  tidak punya keluarga, Runni.. kebetulan bibi Fatimah adalah relawan kesehatan di Palestina awal tahun lalu. Beliau menemukanku ketika aku berada di rumah sakit. Dan akhirnya aku dibawa ke Indonesia. Makanya jangan heran kalau aku bisa berbicara dengan bahasamu Runni.. sudah hampir dua tahun aku di Indonesia.”
Dua tahun? Jadi Sarah sudah dua tahun di Indonesia ini? Lalu orang tuanya?
“Memangnya kemana keluargamu? Kenapa juga bibi Fatimah pergi ke Palestina? Maksudku, bagaimana dengan orang tuamu? Apa mereka tidak mencarimu? Dua tahun itu waktu yang lama kan ya Sarah.”
Belum ia menjawab beberapa pertanyaan dariku, aku melihat matanya mengalirkan air bening yang kemudian membasahi pipinya. Sontak aku merasa bingung dan iba. Seakan-akan kekesalanku yang tad aku rasakan sejenak hilang. Perasaanku menjadi sangat iba, sepertinya kesedihan Sarah melebihi kesedihanku hari ini.
“Palestina bukan daerah yang aman Runni. Jika kamu kesana, maka akan kamu temukan sejuta suasana yang sangat berbeda dengan negaramu ini. Kalau saja aku masih bia bertemu dengan kedua orang tuaku, aku tidak akan berada di sini sekarang, Runni..”
Kemudian bertambah deras air mata Sarah keluar. Dan ia tetap melanjutkan untuk berbicara.
“Terakhir kali aku di Palestina adalah saat aku menggendong adikku yang masih bayi. Hingga deruman tank-tank besar mengebom rumah dan pekarangan kami. Aku tidak sadarkan diri. Ketika aku mulai sadar dan ingin bangun, aku tidak bisa Runni. Kaki dan setengah badanku tertimpa reruntuhan dinding. Sedangkan adik bayiku tak terdengar lagi. Sampai sekarang aku tidak tahu di mana adikku yang aku gendong waktu itu.”
“Jadi Ayah dan Ibumu terkena reruntuhan itu juga? Tank-tank seperti apa yang kamu maksdukan Sarah? Aku tidak pernah melihat tank-tank kecuali di museum kota perjuangan. Atau  mungkin semacam gas LPG yang meledak ya?” Rasa penasaranku semakin kuat.
“Ayah dan Ibuku tidak terkena reruntuhan itu Runni.” Jawabnya yang kemudian aku potong dengan kalimatku.
“Ooh, Alhamdulillah, orang tuamu masih selamat.” Kataku.
“Orang tuaku memang tidak terkena reruntuhan itu karena mereka berdua telah terlebih dulu meninggal di tangan para tentara yang kejam. Kamu ingin tahu bagaimana Ayah dan Ibuku?”
Sungguh aku ingin mendengarkan cerita Sarah. Langsung saja aku bergegas menjawab “Ya. Bagaimana Ayah dan Ibumu?”
Sebelum Sarah menceritakan bagaimana Ayah dan Ibunya, ia pergi sejenak ke arah aliran air jernih. Aku amati dia, ternyata Sarah sedang mengambil wudlu. Tak lama kemudian Sarah melanjutkan kisahnya.
“Aku adalah anak pertama, Runni. Aku memiliki empat orang saudara. Semua adikku laki-laki. Jadi hanya aku yang menjadi anak perempuan. Tapi hal itu tidak membuatku manja. Aku dituntut untuk menjadi seorang kakak yang bertanggungjawab atas adik-adiknya. Jika kebanyakan anak perempuan di Indonesia masih bisa bermain kesana kemari, aku sebagai kakak tertua tidak ingin seperti itu. Aku ingin menjadi kakak yang bisa melindungi adik-adikku Runni. Maka aku harus menjadi seorang anak perempuan yang gagah berani.
Ayahku bekerja di pertanian. Sedangkan Ibuku selalu menjagaku dan adik-adikku di rumah. Aku mempunyai hobi memasak. Setiap hari aku sering membantu Ibu untuk memasak. Aku suka dengan kegiatan itu. Sampai pada suatu hari ada seorang tamu yang datang ke rumahku. Beliau adalah Syaikh yang terkenal di tempatku. Aku diminta untuk membuat makanan untuk dihidangkan. Kemudian aku diberikan tali berwarna putihcoleh Ayah sebagai hadiah karena aku telah membantu memasak Ibu hari itu.
Dan jangan kamu bayangkan semewah apa masakan yang selalu aku masak ya Run. Yang aku masak setiap hari hanyalah semangkuk gandum dan seikat daun. Jika sedang tidak ada makanan, maka aku terpaksa merebus rerumputan yang Ibu pilih dari ladang samping.
Setelah hampir satu jam tamu Ayah ada di rumah, tiba-tiba suara gemuruh tank-tank perang mendekat ke rumah kami. Tentara-tentara yang ada di dalam mobil serempak keluar dan masuk ke rumah kami. Mereka membawa Syaikh dan Ayahku. Mereka dibawa ke dalam mobil. Sebelum tentara-tentara itu pergi, mereka membakar rumah kami. Dan kami tidak bisa keluar dengan cepat. Ibu, wanita yang sangat aku sayangi akhirnya meninggal di rumah yang penuh dengan asap. Aku masih berusaha membawa keluar adik-adikku. Dan kami berhasil keluar. Namun satu hal yang membuatku sangat sedih. Adik keduaku harus kehilangan tangannya. Tangannya terluka parah saat ia mengambil tali pemberian Ayah untukku. Ia tahu bahwa aku sangat menyukai tali itu.
Dua hari kemudian, bom-bom terdengar di lingkungan tempat aku bersembunyi setelah kejadian kebakaran di rumahku. Dan semuanya telah tiada Runn. Tinggal aku dan tali putih ini.”
Suasana siang di pinggir sungai saat ini menjadi sangat sepi. Hanya ada rasa hati yang sangat sedih. Aku tidak bisa menahan tangisku. Ternyata begitu berat kesedihan yang dialami Sarah.
“Aku sangat rindu dengan kedua orang tuaku Runn, tapi hanya tali putih ini yang aku punya. Dan aku akan mencintai mereka, seperti mereka telah mencintaiku. Aku sangat menyukai tali putih ini. Meski sangat kecil dan tidak berharga di mata orang lain, tapi ini benar-benar sangat berarti untukku Runn.” Lanjut Sarah.
            Kalimat Runni yang terakhir ini membuatku sangat kaget dan mengingat semua permasalahan sepulang sekolah tadi. Aku menjadi teringat dengan kado itu. kado yang diberikan oleh Ayah dan Bunda dengan penuh cinta. Aku menjadi teringat dengan Ayah dan Bunda yang telah mempersiapkannya untukku. Aku menjadi teringat semua kejadian tadi. Ketika aku membuang kado itu, ketika aku lari dari rumah, ketika aku memaki Ayah dan Bunda. Ketika aku tidak menginginkan kehadirannya.
“Ya Allah,.” Air mataku bertambah deras, dan akhirnya aku menangis sekeras-kerasnya. Nampaknya Sarah agak bingung dengan tangisanku.
Namun sesaat, tiba-tiba terdengar suara Kak Zizah di belakang semak-semak. Ternyata Kak Zizah mencariku. Aku bergegas memeluknya, dan menangis sejadi-jadinya di pundaknya.
“Kak, maafkan Runni.. Runni sayang Kakak, Ayah dan Bunda. Runni menyesal sudah membuang kado itu Kak.. Runni tidak mau kehilangan kalian. Maafkan Runni Kak.”
“Ayah dan Bunda sangat menyayangimu Dek. Kamu ingin tahu tidak mengapa Ayah dan Bunda tidak membelikanmu aquarium? Tetapi memberikanmu kotak kosong?”
“Ti..Tidak Kak..” Jawabku terisak.
Ayah dan Bunda ingin memberikan kado setiap hari buat Dek Runni. Agar Ayah dan Bunda dapat selalu meletakkan hadiah yang berbeda di kotak itu setiap hari buat Dek Runni. Karena Ayah dan Bunda tahu kerja keras Adek. Karena Ayah dan Bunda Bangga memiliki Adek.”
Hancur sudah kekecewaanku yang tadi aku utarakan. Hancur sudah kesedihanku karena aku tidak mendapatkan aquarium. Semuanya telah tergantikan dengan kado yang lebih besar dan berharga. Ayah dan Bunda, adalah kado terindah yang aku punya.

By: Latifatul Fajriyah
(Naskah yang dikirimkan dalam lomba cerpen Pro-U Media)